MDPI Angkat Isu Nelayan Skala Kecil Penunjang Tuna Ekspor di Tuna Talks, World Expo 2025 Osaka

oleh Indonesia Tuna Consortium

MDPI angkat kebutuhan nelayan skala kecil dalam forum Tuna Talks: Exploring Tradition, Heritage & Sustainability in Indonesia’s Tuna Fisheries pada Jumat (2/5), di acara World Expo 2025 Osaka. Forum yang digagas Indonesia Tuna Consortium bersama Paviliun Indonesia ini menjadi ruang pendalaman bisnis perikanan tuna berkelanjutan di Indonesia.

Strategic Lead Indonesia Tuna Consortium Thilma Komaling menegaskan nilai ekonomi dari tuna bukan hanya terletak pada besarnya volume ekspor. “Setiap irisan Sashimi Tuna bukan sekadar hasil perdagangan—itu adalah simbol perjuangan nelayan, harapan keluarga, dan komitmen dua negara dalam membangun ekonomi biru yang berkelanjutan,” ujarnya.

Peran Nelayan Skala Kecil Indonesia di Jepang

Lebih lanjut, Perwakilan Seafood Legacy Aiko Yamauchi turut menyoroti peran Indonesia sebagai mitra utama dalam rantai pasok tuna global. “Indonesia saat ini menjadi salah satu pemasok tuna terbesar kedua untuk pasar Jepang, dari total ekspor global sebesar 52,7 ribu ton,” ungkapnya.

MDPI menegaskan penguatan kelembagaan nelayan skala kecil menjadi salah satu kunci keberlanjutan stok perikanan. Sumber foto: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia.

Fair Trade Coordinator Sri Jalil menyampaikan bahwa besarnya angka ekspor tersebut juga berkat sumbangan nelayan skala kecil. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, sekitar 20% ekspor tuna Indonesia ke Jepang berasal dari komunitas nelayan skala kecil.

Lokasi Tuna dan Masyarakat yang Jauh

Halnya angka ini menjadi desakan untuk menguatkan kelembagaan komunitas nelayan dan skema dagang perikanan yang lebih adil.

“Perekonomian berkelanjutan dimulai dari pengorganisasian komunitas nelayan dalam koperasi, yang memungkinkan mereka mengurangi ketergantungan pada perantara lokal,” ujarnya.

MDPI, melalui Sri, melihat nelayan skala kecil menjadi kelompok rentan yang paling cepat terdampak krisis.

“Kita sudah melihat bagaimana krisis tarif resiprokal ekspor, perubahan iklim, dan pandemi begitu melemahkan kesejahteraan nelayan. Sebab mereka sulit mengakses sumber daya dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk bertahan dari krisis,” lanjut Sri.

Kolaborasi Adalah Kunci Pengelolaan Tuna Berkelanjutan

Untuk mengatasi kerentanan nelayan skala kecil, perlu rantai pasok yang lebih pendek dan kolaborasi antarpihak. Nelayan yang terpinggirkan perlu didampingi agar terus bisa menyumbang stok tuna di dunia.

“Dengan menciptakan rantai pasokan yang lebih pendek, mereka bisa mendapatkan manfaat langsung dari hasil tangkapan mereka dan meminimalisir kerugian,” terangnya.

Forum bisnis Tuna Talk ini menjadi upaya Indonesia memperkuat posisi negara terhadap pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan. Forum ini menjadi bagian praktik ekonomi biru demi keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.

“Partisipasi Indonesia dalam World Expo 2025 Osaka  ini tidak hanya menampilkan kekayaan alam dan budaya, tetapi juga untuk menggali potensi investasi dan kolaborasi dengan negara-negara lain,” pungkas Direktur Pavilion Indonesia Didik Darmanto.