Nelayan Wailihang dan Tuna yang Kian Menghilang

oleh Asis Buton dan Putra Satria Timur

Pulau Buru, salah satu pulau besar di Provinsi Maluku, dikenal akan kekayaan alamnya yang luar biasa, terutama dalam sektor perikanan. Terdapat desa yang dijuluki sebagai “Desa Tuna” karena produksi yang melimpah di Buru—Desa Wailihang.

Nelayan di Desa Wailihang menggunakan teknik penangkapan ikan yang tradisional, yakni pancing ulur. Alat tangkap ini terdiri dari satu tali senar dan satu mata pancing yang dilengkapi pemberat dari batu, menjadikannya metode yang ramah lingkungan karena hanya menangkap satu ikan dalam satu kali pancing.

Nelayan Buru dengan hasil tangkapan tuna sirip kuning menggunakan alat pancing ulur.

Persahabatan Nelayan Wailihang dengan Lumba-lumba yang Membawa Untung

Metode tradisional nelayan Desa Wailihang tak hanya bersinar pada alat ramah lingkungannya, tetapi juga cara nelayan mencari tuna. Mereka akan memacu kapal kecil untuk mengejar lumba-lumba dan burung.

Bagi sebagian orang, melihat lumba-lumba menjadi pengalaman langka yang menakjubkan. Namun bagi nelayan Wailihang, melihat lumba-lumba berarti melihat keberuntungan.

“Gerombolan lumba-lumba dan burung laut biasanya akan mengejar ikan kecil yang juga menjadi makanan utama ikan tuna. Dari situ kami tahu di mana tuna berada,” ujar Darman Buton, nelayan Desa Wailihang.

Dari mengejar lumba, nelayan dapat menghasilkan hingga jutaan rupiah sekali melaut. Hasil dari perikanan tuna ini telah mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan hingga dapat menyekolahkan anak-anaknya ke universitas, di saat mayoritas nelayan Desa Wailihang tak pernah berkuliah.

Kemerosotan Perikanan Tuna di Wailihang

Sayangnya, kondisi tersebut terjadi satu dekade yang lalu. Kini suasana di pantai Desa Wailihang terlihat sepi setiap sore. Kapal-kapal yang dulu hilir-mudik ke laut untuk menangkap ikan kini terparkir di darat, bahkan ada yang dijual, karena tak dipakai lagi.

Foto kapal nelayan tuna di Desa Wailihang yang kini sudah tidak lagi beroperasi dan sebagian mengalami kerusakan.

Data MDPI menunjukkan bahwa hasil tangkapan tuna madidihang di Wailihang menurun 94% dari tahun 2015 hingga 2023. Ukuran ikan yang tertangkap pun mengecil, dari rata-rata 82-104 cm menjadi hanya 48-69 cm.

Tren hasil tangkapan madidihang oleh nelayan Desa Wailihang berdasarkan data MDPI.

“Semua anak saya lulus perguruan tinggi berkat memancing tuna. Namun kini memancing tuna tidak lagi menjanjikan sebagai profesi,” ujar nelayan Desa Wailihang.

Observasi Nelayan Lokal: Jumlah Tangkapan Anjlok Karena Rumpon

Menurut nelayan setempat, keberadaan rumpon menjadi penyebab menurunnya jumlah tangkapan. Rumpon yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan agar lebih mudah ditangkap justru menjadi bumerang.

Penempatan rumpon yang tak dikelola secara berkelanjutan, maka tidak menguntungkan masyarakat luas. Ketika ikan telah berkumpul di rumpon, yang mayoritas dimiliki perusahaan atau individu, kapal-kapal jaring akan menangkapnya dalam jumlah besar. Sedangkan kapal pancing ulur yang menangkap satu per satu kalah saing dengan mereka.

“Rumpon kini kian rapat, tuna enggan berenang mendekat pantai. Pun kapal pukat cincin dari luar kota juga lebih sering menguras ikan di rumpon,” keluh nelayan Desa Wailihang.

Salah satu bentuk rumpon yang berada di sekitar perairan Buru Utara.

Dibutuhkan waktu sekitar 1–2 bulan agar rumpon tersebut kembali berisi ikan tuna. Menurut nelayan, lumba-lumba yang biasanya membawa ikan kini juga semakin sulit ditemukan.

“Kami pun memasang rumpon agar tak kalah saing, tetapi tidak ada lagi tempat yang tersedia di laut ini. Sementara itu, jika kami memancing di rumpon milik orang lain, kami tidak diizinkan oleh pemiliknya,” keluh nelayan.

Kebijakan Pengelolaan Rumpon dan Harapan Nelayan

Pemerintah telah mengeluarkan dua regulasi utama mengenai rumpon, yakni tentang tata cara penempatan dan jumlah rumpon yang boleh dipasang di suatu perairan. Kedua aturan ini dapat membantu nelayan Desa Wailihang mempertahankan pekerjaannya. Namun, aturan ini hanya akan berjalan jika sosialisasi dan penegakannya menyeluruh oleh pemerintah.

Pelaku perikanan perlu mendukung kebijakan ini dengan menempatkan rumpon mereka sesuai aturan. Jika aturan rumpon terlaksana dengan baik, sumber daya tuna di Buru dapat terkelola secara berkelanjutan. Pun tidak hanya nelayan Desa Wailihang yang sejahtera, tetapi juga semua yang bergantung padanya.