MDPI Sinergikan Berbagai Pemangku Kebijakan di Tingkat Nasional Melalui Pertemuan Forum Rumpon Nasional
Juli 4, 2024
Perizinan rumpon menjadi isu yang semakin penting di Indonesia, dan sistem pendaftaran rumpon menjadi salah satu tantangan utama. Dalam Pertemuan Forum Rumpon Nasional yang digelar di Jakarta, 27-28 Maret 2024, MDPI menggaet Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia dan berbagai pemangku kepentingan untuk membahas dan mencari solusi terhadap tantangan ini.
Dua rumpon telah mendapatkan PKKPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) dan SIPR (Surat Izin Penempatan Rumpon), sementara beberapa lainnya sedang dalam tahap perbaikan dan penilaian melalui OSS (Online Single Submission). Forum ini juga menghasilkan berbagai rekomendasi dan identifikasi permasalahan pendaftaran rumpon seperti sulitnya melengkapi persyaratan PKKPRL, lamanya proses penilaian yang diambil alih oleh Pemerintah Pusat, dan kurangnya bimbingan teknis bagi pelaku pemanfaatan rumpon.
Tantangan dan Dampak Negatif Rumpon Tak Berizin
Rumpon dapat membantu nelayan menemukan ikan dengan lebih mudah. Namun, jika dipasang sembarangan, penggunaannya bisa menimbulkan berbagai masalah. Beragam penelitian menunjukkan bahwa rumpon bisa mengganggu migrasi alami biota laut, menghambat reproduksi ikan, dan menyulitkan nelayan kecil dalam mendapatkan ikan [1].
Selain itu, banyak kasus rumpon yang dipasang sembarang dapat menghalangi jalur-jalur penting, seperti jalur kabel bawah laut dan transportasi laut, hingga menyebabkan konflik horizontal antar masyarakat.
Pemerintah Indonesia telah berupaya mengelola rumpon melalui berbagai kebijakan sejak tahun 1997, dan terus diperbarui hingga ada kebijakan terbaru yang terbit tahun 2022 melalui KEPMEN KP No. 7 Tahun 2022 tentang Alokasi Rumpon. Pengelolaan rumpon juga dikuatkan dengan dokumen Strategi Pemanfaatan Tuna Tropis yang mengatur pembatasan jumlah rumpon.
Meski demikian, jumlah rumpon yang terdaftar masih sangat rendah. Nelayan asal Maluku Utara, Salman Adam, mengenang bahwa isu rumpon tak berizin adalah pembahasan bertahun-tahun yang tak kunjung usai. Salah satu alasannya adalah sosialisasi pendaftaran rumpon belum menyeluruh ke masyarakat. “Meski regulasi sudah ada, kenyataannya di lapangan jumlah rumpon masih sulit dikontrol, sehingga forum ini dapat menjadi titik terang,” tambah Salman.
Kolaborasi Sebagai Solusi
Selain berfungsi sebagai wadah sosialisasi, forum ini mendorong pemangku kepentingan yang hadir untuk berkolaborasi dalam mengatasi persoalan rumpon. Nelayan, pemerintah, para ahli dan organisasi masyarakat sipil (OMS) menyatukan visi dan aksi agar isu rumpon dapat terselesaikan.
Erfind Nurdin dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan bahwa kesadaran dan kerja sama yang kuat dari seluruh pelaku perikanan sangat penting, dengan berpedoman pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Untuk mendukung hal ini, pengelolaan rumpon perlu dilakukan secara kolaboratif dan berbasis riset.
Rekomendasi: Dari Pendaftaran Langsung Hingga Gagasan Sanksi Pelanggaran
Setelah mengumpulkan semua isu dan dinamika terkait rumpon di hari pertama, para peserta forum merancang beberapa rekomendasi solusi. Kemudian, peserta forum melakukan pemungutan suara untuk menentukanskala prioritas berdasarkan tingkat kesulitan untuk dilaksanakan dalam waktu dekat hingga akhir tahun 2025.
Berikut adalah beberapa poin aksi yang akan dilaksanakan pemangku kepentingan, dan diurutkan berdasarkan yang paling dekat pelaksanaannya:
Melakukan pendaftaran rumpon di Jalur Penangkapan Ikan III (di atas 12 mil laut).
Melakukan studi alokasi, jarak, dan jumlah rumpon untuk di bawah 12 mil l
Gagasan norma sanksi bagi kapal yang melanggar dan tidak memiliki SIPR, terutama kapal industri.
Improvisasi sistem pelacakan tahapan PKKPRL.
Putra Satria Timur, Fisheries Lead di MDPI, optimis bahwa rencana aksi ini dapat terlaksana, sebab rencana ini dibuat berdasarkan riset dan fakta di lapangan. Pemangku kepentingan yang hadir pun akan melaksanakan aksi berdasarkan Tupoksi (Tugas, Pokok dan Fungsi) masing-masing, hingga rencana dapat terlaksana secara menyeluruh. “Dengan hadirnya beragam peserta dari latar belakang yang berbeda-beda, hal ini tentu membawa sudut pandang yang lebih komprehensif,” ujar Timur.
Referensi:
[1] Depari, R. D. S., Darmawan, D., & Nugroho, T. (2022). Kepatuhan Pemasangan Rumpon Terhadap Peraturan Kementerian Kelautan Dan Perikanan Di Pelabuhanratu. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 13(1), 1-12.
Widodo, A. A., Wudianto, W., Satria, F., Hargiyatno, I. T., Sadiyah, L., Timur, P. S., … & Yati, E. (2023). Estimation of number and position of fish aggregating devices in Indonesia Archipelagic Waters. In E3S Web of Conferences (Vol. 442, p. 03002). EDP Sciences.
Bantu kami membangun masa depan yang lebih berkelanjutan bagi perikanan dengan berdonasi untuk MDPI.
Dengan dukungan Anda, kami dapat terus membawa perubahan jangka panjang bagi nelayan skala kecil dan masyarakat pesisir di Indonesia.