Sukses Kantongi Izin Rumpon Legal Pertama di Indonesia, Nelayan: Kondisi Melaut Jadi Lebih Baik

Rumpon merupakan alat bantu yang biasa dipasang nelayan di tengah laut untuk menangkap ikan. Alat ini memiliki bagian yang dapat menarik ikan untuk berkumpul di sekitarnya, sehingga nelayan dapat dengan mudah mencari ikan dan menangkap mereka. Namun rumpon dapat menyulitkan nelayan jika terlalu banyak dipasang dengan tidak tertib.

Nelayan Pulau Bisa, Provinsi Maluku Utara mengeluhkan sulitnya mendapatkan ikan selama setahun terakhir. Penurunan produksi panen ikan ini lantaran aktivitasnya melaut dihalangi oleh banyaknya jumlah rumpon yang terpasang di daerahnya.

Sarno La Jiwa, seorang nelayan tuna skala kecil, sempat mengeluh sulit mendapatkan ikan akibat jumlah rumpon yang terpasang di daerahnya terlalu padat sampai menghalangi aktivitas melaut. Ia dan nelayan kecil lainnya juga kalah bersaing dengan nelayan skala besar yang memiliki daya tangkap dan jumlah muatan lebih besar. “Kami pernah tidak melaut sampai lima bulan karena tidak ada ikan,” ujar Sarno.

Kehilangan pemasukan membuat Sarno dan nelayan kecil lainnya mengadu. Awal tahun 2022, mereka bertolak ke kantor Dinas Kelautan dan Perikanan dan DPRD Maluku Utara untuk meminta bantuan pemerintah menertibkan rumpon yang meliar.

Disebut liar karena semua rumpon di Pulau Bisa tidak punya izin. Pemerintah semakin memperketat pemasangan rumpon setelah merilis Permen KP no. 18 tahun 2021. Setiap orang yang ingin memasang rumpon di laut perlu mengantongi Surat Izin Pemasangan Rumpon (SIPR) agar aktivitas penangkapan ikan bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Nelayan Pulau Bisa menggunakan daun kelapa pada rumponnya sebagai penarik perhatian ikan. Daun kelapa yang tergerak arus bawah air dapat menarik perhatian ikan tuna untuk berenang di sekitarnya.

Proses nelayan mengambil izin rumpon

Pada mulanya, nelayan Pulau Bisa juga tidak patuh aturan. Rumpon pertama yang mereka miliki dipasang tanpa izin. Namun setelah merasakan pahitnya dampak penempatan ratusan rumpon yang tidak tertib, Sarno dan nelayan lainnya berjuang untuk mendapatkan izin.

Nelayan Pulau Bisa ingin mengantongi izin agar bisa memasang rumpon di laut, tetapi kemampuan mereka terbatas. Selain untuk memudahkan mencari ikan, legalitas rumpon juga sejalan dengan prinsip ekolabel Fair Trade USA yang mereka punya sejak tahun 2018.

Sarno kemudian meminta bantuan MDPI, yang sebelumnya juga mendampingi para nelayan memperoleh sertifikasi Fair Trade USA, untuk membantunya memperoleh SIPR. MDPI pun menyambut niat baik nelayan Pulau Bisa untuk mendukung perikanan bertanggung jawab.

Pertengahan 2022, MDPI mendampingi nelayan melalui sistem registrasi daring. Hal ini karena keterbatasan literasi digital nelayan.

“Dari pengurusan PKKPRL, kami membantu membuatkan akun OSS (One Stop System) sampai mengumpulkan persyaratannya,” ujar Putra Satria Timur, Fisheries Lead MDPI. PKKPRL adalah singkatan dari Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut. Persyaratannya meliputi berbagai dokumen seperti desain rumpon, data kelautan, dan data sosial-ekonomi; persyaratan yang sulit dikumpulkan nelayan Pulau Bisa.

SIPR nelayan Pulau Bisa pada akhirnya terbit tanggal 20 Desember 2022.

Dampak yang dirasakan

Rumpon milik kelompok nelayan Koperasi Tuna Bisa Mandioli yang sudah berizin dan terdaftar dalam sistem.

Nelayan mengaku tuna kembali mudah ditemukan setelah penertiban rumpon. Mereka kembali melaut karena rumpon mereka sudah berizin. “Kondisi melaut sekarang membaik karena penempatan rumpon sudah tertib. Ikan lebih mudah ditangkap,” jelas Sarno.

Sarno juga menjelaskan, tertibnya rumpon memberikan rasa aman pada kelompoknya saat melaut. Kini, rumpon yang dimiliki oleh kelompok nelayan Koperasi Tuna Bisa Mandioli tidak akan ikut diputus oleh otoritas setempat. surat izin rumpon yang mereka kantongi juga mendukung lancarnya aktivitas sertifikasi Fair Trade yang mereka kantongi.

Ke depannya, nelayan skala kecil Pulau Bisa ingin menambah izin rumpon. Hal ini supaya nelayan dapat menangkap ikan secara bertanggung jawab sesuai dengan peraturan pemerintah. Tidak hanya kelompok Sarno saja yang ingin mendaftar, tetapi juga dari kelompok nelayan lainnya. “Kami turut berbagi informasi dengan nelayan kecil pancing ulur dan huhate lainnya. Supaya kita semua bisa sama-sama ikut aturan pemerintah,” tutupnya.