Tiga Hal yang Bisa Dilakukan Agar Koperasi Pesisir Tidak Ketinggalan Zaman

oleh Alief Dharmawan, M.A. Indira Prameswari

Indonesia sedang mendorong transformasi lembaga-lembaga koperasi. Kepala Bidang Pemberdayaan Dinas Koperasi dan UMKM Sulawesi Selatan, Indriastuti Saggaf, dalam webinar MDPI “Penguatan Koperasi sebagai Langkah Pemberdayaan Masyarakat Pesisir” menjelaskan terdapat tiga sektor koperasi yang menjadi prioritas untuk ditransformasi.  Ketiga sektor tersebut ialah koperasi pertanian, peternakan, dan perikanan.

Indriastuti menyampaikan bahwa prioritas ini dicanangkan untuk membangun kapasitas kelembagaan dan mengentaskan kemiskinan ekstrem. Melalui koperasi, anggota diajak untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan dan profesionalisme yang tinggi. Sehingga, koperasi dapat produktif secara ekonomi dan sosial.

Untuk bisa bertransformasi, koperasi didorong untuk berlatih dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Berikut adalah tiga langkah transformatif yang dapat dilakukan koperasi:

1. Usaha berbasis komoditas

Langkah pertama adalah transformasi fokus komoditas usaha. Koperasi perlu menonjolkan barang atau jasa yang menjadi potensi usaha mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan mendasarkan usaha pada produk atau jasa yang menjadi unggulan di daerahnya.

Hal ini ditunjukkan oleh Koperasi Bubula Ma Cahaya di Ternate, Maluku Utara melakukan usaha berbasis komoditas perlengkapan melaut dan perikanan. Koperasi mereka pun memiliki target pasar spesifik berupa kalangan nelayan, pemasok, dan industri pengolah ikan. Dengan melakukan usaha berbasis komoditas, koperasi dapat berkembang dan memenuhi kebutuhan anggotanya dengan efektif.

2. Penguatan lembaga dan tata kelola

Gambar 1: MDPI menjelaskan unsur-unsur penguatan lembaga yang dapat dilakukan koperasi.

Penguatan lembaga koperasi berfokus pada transformasi kemampuan anggotanya. Hal ini dapat dilakukan dengan pelatihan dan pendampingan. Banyak koperasi yang memiliki tata kelola dan pembukuan keuangan yang tidak teratur akibat minimnya pengetahuan dan kemampuan anggota. Kedua masalah inilah yang sering menyebabkan koperasi tidak bisa aktif dan tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan.

Hal yang sama dirasakan oleh koperasi-koperasi dampingan MDPI. Banyak pengurus koperasi di pesisir yang tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan untuk mengelola koperasi. Pada kasus koperasi dampingan MDPI, mayoritas pengurus koperasi berlatar pendidikan dasar. Namun, mereka memiliki semangat usaha yang tinggi, sehingga adanya pelatihan dan pendampingan dapat menjalankan fungsi koperasi sehari-hari.

Sebagai LSM, MDPI mendampingi sepuluh koperasi perikanan dalam hal pembukuan, pengaturan data, pemasaran, dan strategi berwirausaha.  Hal ini juga dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dan akademisi, sehingga koperasi pesisir dapat berdaya dengan mandiri

3. Digitalisasi

Gambar 2: Anggota Koperasi Kembali Muda Mandiri menggunakan aplikasi pembukuan digital untuk merekap transaksi secara efisien.

Koperasi dapat mengadaptasi penggunaan teknologi terkini untuk tetap relevan pada perkembangan zaman. Kendala yang dihadapi dalam proses digitalisasi adalah minimnya pengetahuan masyarakat tapak terkait informasi dan teknologi. Internet sudah terjangkau, tetapi tidak semua masyarakat tapak mampu mengoperasikan teknologi yang membutuhkan kemampuan khusus, seperti pembukuan dan pemasaran.

Kuncinya ada pada pelatihan dan pendampingan. Layaknya Koperasi Kembali Muda Mandiri yang didampingi MDPI di Bone, Sulawesi Selatan. Mereka sudah melakukan pembukuan digital. Mereka pun aktif menerima pelatihan dari pemerintah daerah tentang pemasaran digital (digital marketing).

Selain tiga langkah tersebut, anggota perlu berpatisipasi aktif memajukan koperasinya. “Perlu adanya kemauan untuk berorganisasi, menjalin relasi (dengan eksternal bisnis), dan kolaborasi (dengan pemerintah),” ujar Nilam Ratna, Fisheries Community Organization Lead MDPI.