Melengkapi legalitas nelayan melawan IUU fishing

Oleh: Karel Yerusa & Marwan Adam

Salah satu ancaman terbesar bagi keberlanjutan laut dan perikanan kita adalah aktivitas perikanan yang ilegal dan tidak teratur, atau dikenal juga sebagai illegal, unreported and unregulated fishing (IUUF). Saat ini berbagai kebijakan dan kesepakatan tengah diberlakukan demi meningkatkan upaya dan komitmen bersama dalam memerangi IUUF, baik di tingkat nasional maupun internasional. Sejalan dengan prinsip keberlanjutan yang juga dipegang MDPI, program kerja yang kami implementasi turut mendukung upaya pelaksanaan perikanan yang sah, dilaporkan, dan diatur (legal, reported, and regulated).


Dalam melawan IUUF, legalitas nelayan menjadi aspek penting yang harus diatur, mulai dari dokumen registrasi kapal hingga kartu identitas seperti Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (KUSUKA). Namun, masih banyak nelayan skala kecil yang terkendala dalam memenuhi seluruh persyaratan legalitas dikarenakan keterbatasan akses di lokasi yang jauh dari pusat pemerintahan. Untungnya, saat ini makin banyak nelayan kecil yang mulai sadar akan pentingnya legalitas nelayan, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan keberlanjutan perikanan yang menjadi sumber pendapatan mereka. Menanggapi hal ini, MDPI bekerja sama dengan pemerintah untuk menjembatani nelayan kecil agar dapat melengkapi seluruh kebutuhan administrasi nelayan, termasuk administrasi kapal.

Bersama dengan Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP), MDPI membantu nelayan kecil di seluruh wilayah dampingan dalam proses pendaftaran kapal untuk mendapatkan dokumen kapal, yaitu Pas Kecil dan Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP). Berdasarkan regulasi yang berlaku saat ini, Pas Kecil merupakan Surat Tanda Kebangsaan Kapal yang diterbitkan oleh Kementrian Perhubungan Indonesia, diperuntukan bagi kapal-kapal nelayan dengan tonnage kotor kurang dari 7 GT. Pengukuran kapal, seperti yang belum lama ini dilakukan di Kepulauan Sula Provisinsi Maluku Utara dan di Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara, secara rutin dilakukan bersama nelayan dampingan MDPI dan merupakan tahap paling penting guna memperoleh dokumen Pas Kecil.

Asip Paputungan, seorang nelayan handline di Desa Talawaan Bajo, Sulawesi Utara mengatakan bahwa saat ini nelayan kecil mulai ikut berperan dalam perbaikan perikanan, termasuk melalui upaya penataan kembali administrasi nelayan. “Di masa lampau, kami adalah suku yang memenangkan perlawanan, diabadikan menjadi nama desa kami yaitu ‘Talawaan Bajo’, yang artinya ‘tak ada lawan’. Kini sudah saatnya juga bagi kami nelayan kecil ikut maju melawan IUU fishing, untuk masa depan nelayan kecil yang lebih baik.” Asip merupakan satu dari puluhan nelayan tuna pancing ulur di desa yang saat ini secara administratif terdaftar dengan nama Minaesa. Sebagai nelayan yang memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya perikanan berkelanjutan, Asip dan anggota kelompok nelayan lainnya aktif terlibat pengelolaan perikanan di wilayah mereka.

Memasuki tahun 2022, MDPI bersama Kantor UPP telah melakukan pengukuran sebanyak total 97 kapal nelayan skala kecil seukuran 1 GT di beberapa wilayah kerja MDPI. Di bulan Maret, sebanyak 57 kapal nelayan yang tersebar di Desa Bajo dan Desa Mangon, Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula telah menjalani tahap pengukuran dan berhasil mendapatkan Pas Kecil. Selanjutnya, di Kabupaten Minahasa Utara sebanyak 40 kapal di Desa Minaesa juga telah diukur dan saat ini tengah menunggu proses penerbitan Pas Kecil. Setelah mendapatkan Pas Kecil, para nelayan dapat melanjutkan proses untuk mendapatkan dokumen TDKP melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dalam beberapa waktu ke depan, direncanakan juga perpanjangan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) untuk sekitar 10 kapal ikan seukuran 10-20 GT di wilayah kerja MDPI di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Sedangkan di wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat telah dijalankan proses verifikasi berkas untuk 25 kapal nelayan sebelum kemudian dilanjutkan ke tahap pengukuran kapal. Rajab, salah satu nelayan tuna yang aktif berpartisipasi dalam kegiatan perikanan di Desa Seruni Mumbul memiliki harapan besar dengan adanya upaya perbaikan perikanan di Lombok Timur. “Sebagai seorang nelayan, harapannya kami dimudahkan dalam berbagai urusan perizinan dan pemerintah bisa hadir untuk menjamin keselamatan kami di laut serta hasil tangkapan kami dihargai dengan lebih baik, mengingat risiko sebagai seorang nelayan yang sangat besar,” ungkapnya.

Dari segi ekonomi, setiap produk perikanan yang berhasil diekspor melalui rantai pasok yang tersertifikasi ramah lingkungan juga memiliki nilai jual yang lebih tinggi bagi nelayan. Standar sertifikasi produk perikanan seperti Fair Trade USA dan Marine Stewardship Council mengharuskan produk perikanan yang dijual tidak berasal dari kapal-kapal berstatus ilegal dan terlibat IUUF; sebuah langkah global untuk menjaga status stok perikanan dan kelestarian ekosistem secara keseluruhan.

Dokumen Pas Kecil sendiri saat ini telah menjadi sebuah keharusan bagi seluruh nelayan di Indonesia, guna membantu pemerintah dalam mendata dan memverifikasi kapal-kapal yang ada di seluruh perairan Indonesia, sekaligus memberikan landasan hukum bagi nelayan terkait kepemilikan kapal. Selain itu, dokumen ini turut berperan dalam meningkatkan keselamatan nelayan, mengingat beberapa elemen pendaftaran kapal termasuk juga memastikan kondisi fisik kapal dan kelengkapan peralatan di atas kapal; dua hal yang turut menunjang keselamatan nelayan saat melakukan aktvitas melaut.

MDPI melalui program Fisheries dan Fisheries Community Organization yang berfokus pada isu perikanan skala kecil di bagian timur Indonesia terus berkomitmen untuk mendukung pemerintah provinsi dan nasional dalam perbaikan pengelolaan perikanan, dengan terus mengupayakan kesejahteraan dan kemandirian nelayan serta kehidupan sosial masyarakat di lokasi-lokasi target pendampingan program.