Ketika Nelayan Nekat Berkelompok, Bisa Atur THR Sampai Tembus Proyek PT PELNI

oleh Siti Zulaeha

Ramadan 2025 menjadi tahun kedua bagi empat kelompok nelayan di Kabupaten Maluku Tengah menjalankan usaha jual beli ikan tuna. Menjelang Idulfitri, suasana di posko nelayan dipenuhi obrolan ringan namun bermakna. Para pengelola kelompok berkumpul untuk mendiskusikan pembagian hasil usaha—bonus tahunan bagi seluruh anggota kelompok.

“Saya tidak menyangka, perjalanan panjang ini membawa kami sampai di titik punya usaha dan mampu mengelola modal sendiri,” ujar Bapak Mo, anggota Kelompok Nelayan Tuna Yapana. Sementara itu, Bapak Yuman dari kelompok Darah Tuna Haruo menambahkan, “Kini kelompok bisa menentukan harga ikan lewat musyawarah. Pengepul tak bisa lagi intervensi harga kami.”

Awalnya, kelompok hanya memiliki modal Rp 6.000.000 pada tahun 2023. Kini, usaha mereka berkembang dengan aset mencapai Rp 116.000.000. “Nelayan sekarang bukan lagi sekadar penonton tumpukan boks ikan di pengepul. Kini tumpukan boks itu ada di Gudang kelompok kami,” tutur Bapak Yalis, Ketua Kelompok Teluk Ampera.

Apresiasi Lewat Bonus Tahunan

Kebahagiaan wanita pesisir, istri nelayan yang dapat membahagiakan seisi rumah.

Beberapa kelompok mengalokasikan dana tunai dan sembako sebagai bentuk apresiasi kepada anggota-anggotanya. Sebagai contoh, Kelompok Tuna Haruo Abadi membagikan Rp 18.000.000 untuk 24 anggotanya, Tuna Yapana membagi Rp 14.000.000 untuk anggota inti, dan Teluk Labuang membagikan Rp 5.000.000 untuk anggota yang memasok ikan ke usaha mereka.

Bonus tahunan ini diberikan sebagai bentuk penghargaan atas kedisiplinan anggota dalam mencatat hasil tangkapan di borang catatan perikanan (logbook) dan mempraktikkan penangkapan tuna yang aman bagi lingkungan. Pembagian ini menjadi bukti kesejahteraan dan transparansi pengelolaan keuangan dalam kelompok.

Kolaborasi Buka Jalan: Dari Bappeda hingga PELNI

Menjelang akhir tahun 2024, keempat kelompok dari wilayah kerja MDPI di Maluku Tengah mendapatkan dukungan tambahan dari berbagai pihak. Melalui kolaborasi antara MDPI dan Bappeda, kelompok menerima bantuan dalam proyek ujicoba Bappeda Maluku (Badan Perencanaan Daerah Maluku). Kelompok yang terlibat menerima bantuan modal dana uang tunai dan perlengkapan untuk pengelolaan perikanan bermutu.

Kolaborasi senada juga datang dari kerja sama MDPI dengan PT PELNI melalui proyek ‘Peningkatan Kapasitas Nelayan Fair Trade USA dan Perempuan Perikanan Skala Kecil’. Bantuan berupa peralatan tambahan untuk meningkatkan motivasi kelompok dalam mengembangkan usaha lebih lanjut.

Beberapa kelompok bahkan mulai menerima investasi dari anggota, dengan skema bagi hasil 10%. Ada juga yang merencanakan pembukaan cabang gudang ikan di desa tetangga.

Perempuan Bergerak, Ekonomi Keluarga Terangkat

Label produk Ta’ Buwa Tanjung Kramat, “Bukurasi Panada Tore”, lengkap dengan informasi legalitas dan sertifikasi.

Di Kelurahan Tanjung Kramat, Gorontalo, sepuluh ibu rumah tangga bergabung dalam Poklahsar (Kelompok Pengolah dan Pemasar) Ta’ Buwa Tanjung Kramat. Berbekal modal awal Rp 500.000 dan semangat ‘nekat’, kelompok ini memulai usaha pada Juli 2024. Hingga kini, usaha mereka telah membukukan pendapatan Rp 17.000.000 dan membagikan Rp 15.000.000 di antara anggota.

Usaha ini bermula dari pelatihan pengolahan nuget ikan tuna yang diikuti oleh Ibu Milan. Ia kemudian mengajak istri-istri nelayan lainnya untuk memproduksi nuget sendiri. Produksi yang semula hanya 5 kg per bulan kini meningkat hingga 30 kg. Selain nuget, mereka kini memproduksi panada tuna, bakso, dan stik ikan.

“Daripada bakar-bakar tanpa penghasilan, lebih baik kami produksi makanan. Dapat uang tambahan untuk rumah tangga. Bisa bagi-bagi THR sembako pula,” ujar Ibu Yasmine, sekretaris kelompok.

Ada Gula, Ada Semut; Ada Bisnis, Ada Pertumbuhan Ekonomi

Kerja keras berbasis kelompok terbukti dapat membantu menghidupi masyarakat pesisir. “Di mana ada gula, di situ ada semut” adalah peribahasa yang pas dalam cerita mereka. Bisnis mereka diawali dengan keyakinan sederhana untuk kekayaan pribadi, kemudian berkembang menjadi alat sangga kestabilan ekonomi keluarga dan masyarakat di sekitarnya.

Mereka bukan lagi sekadar nelayan atau perempuan pesisir yang menganggur. Kini, mereka adalah pelaku usaha kecil yang berjuang membawa dampak positif bagi keluarga dan masyarakat.