Pengelolaan Sampah di Desa Tehoru Awalnya Dari Gerakan Pemuda

Saat itu langit sudah gelap. Azan Isya dari surau menggema tipis dan memanggil masyarakat Desa Tehoru untuk berkumpul. Namun pemuda Tehoru saat itu sudah lebih dahulu berkumpul di sekitar sana. Mereka ingin menonton dua rekannya yang diundang menjadi tamu gelar wicara daring.

Namanya Agus Hatapayo dan Mega Rumagoran. Mereka adalah salah dua dari komunitas Tehoru Kalesang Sampah (TRASH) Indonesia yang diundang oleh Yayasan Masyarakat Dan Perikanan Indonesia (MDPI) untuk mengisi sebuah acara Instagram Live. TRASH Indonesia adalah sebuah komunitas relawan pemuda dan kelompok pelajar yang mendorong desa untuk mengembangkan sistem pengolahan sampah yang efektif.

Penduduk Tehoru menyimak sosialisasi perikanan bertanggung jawab oleh MDPI. Desa Tehoru adalah desa yang mayoritas penduduknya nelayan.

Isu sampah memang lebih mudah masuk ke generasi muda. Sebab, generasi zaman sekarang lahir di era krisis lingkungan. Hal ini juga didukung dengan perputaran informasi yang cepat di media sosial yang penggunanya mayoritas orang muda. Namun kasusnya sedikit berbeda dengan Tehoru. Banyak dari mereka yang tidak memiliki akun Instagram, Twitter, atau TikTok yang digandrungi para pemuda. Mereka adalah pemuda yang kebetulan tumbuh besar di desa yang lingkungannya tercemar sampah.

“Awalnya kami merasa resah. Kok di Desa Tehoru masalah lingkungannya banyak sekali. Isu yang paling meresahkan saat itu adalah alam kami rusak karena sampah. Akhirnya kami semua berkumpul menjadi satu untuk membersihkan sungai, pantai, dan telaga,” jelas Mega.

Tidak mudah mengubah menyatukan para pemuda Tehoru untuk mengurus sampah. Awalnya, para pemuda Tehoru tersegmentasi dalam berbagai macam kelompok dan komunitas. Dahulu Agus dan Mega berasal darikomunitas yang berbeda; Agus adalah seorang anggota komunitas literasi, sedangkan Mega anggota komunitas pecinta alam. Namun kemudian mereka bersatu paham dan bekerja sama untuk menyebarkan pengaruh positif lewat jalur pendidikan dan peningkatan kesadartahuan.

“Kami berkunjung ke sekolah-sekolah, mencoba untuk mengedukasi para pemuda dan pelajar. Dari sana anak-anak kemudian mengedukasi orang tuanya,” ujar Agus.

Kebiasaan warga Tehoru kemudian perlahan-lahan berubah akibat inisiatif anak-anak mereka. Bahkan, para pemuda dan pelajar berhasil meyakinkan pemerintah desa untuk berkolaborasi dan mengeluarkan peraturan pengelolaan sampah di tahun 2022.

Kini Tehoru memiliki fasilitas seperti transportasi pengangkut sampah dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang didapat dari pemerintah desa dan provinsi. Tehoru berupaya untuk melakukan kegiatan pemilahan sampah bernilai yang bisa menjadi penyumbang pemasukan desa.

“Alurnya dari rumah, kemudian ke TPST, dan (rencananya) dijual ke pengepul luar. Nantinya dana juga akan berputar kembali untuk operasional sampah, bukan kantong kami,” sambung Agus.

TRASH Indonesia juga rutin mengadakan acara-acara peduli sampah. Per tahun 2022, MDPI bersama TRASH Indonesia dan Pemerintah Negeri melakukan edukasi pemilahan sampah, bersih pantai, dan pendataan jenama (brand) sampah pesisir. Kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan banyak pihak seperti pemerintah, badan keamanan negara, nelayan, pelajar, dan golongan masyarakat desa lainnya.

“Kita tidak perlu kekuatan super untuk menyelamatkan bumi. Cuma butuh peduli lingkungan, kita sudah jadi ‘super hero’,” tutup mereka.