Istri Nelayan Desa Jambula: Kami Antar Ikan dan Bantu Isi Buku Fisher-Log

TERNATE- Waktu menunjukkan pukul 16.30 WIT. Seorang perempuan parobaya beberapa kali berjalan mondar-mandir di tepi pantai. Sesekali dia melihat ke arah lautan seperti sedang menunggu seseorang. “Tadi katanya tidak terlalu jauh. Karena angin sedang kencang dan ombak tinggi,” kata Endang berdiri menghadap ke lautan. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, tampak beberapa nelayan sedang duduk-duduk di sebuah bangunan mirip gazebo yang biasa mereka sebut sebagai landing site.

Perempuan itu adalah Endang Dahlan. Sore itu dia sedang menunggu Gafur Kaboli, sang suami, yang sedang pergi melaut. Wajar saja jika sore itu Endang sedikit was-was, karena sebagian besar nelayan yang ada di Desa Jambula, Ternate hari itu tidak melaut. Ini dikarenakan gelombang yang cukup tinggi melanda perairan Ternate dalam seminggu terakhir.

Sambil menunggu sang suami ‘mendarat’ dari mencari ikan tuna, Endang lantas ikut bergabung dan berbincang dengan nelayan lainnya. Angin memang bertiup cukup kencang sore itu, tapi langit masih tampak cerah. Pemandangan Pulau Maitara di kejauhan dipadu dengan sinar jingga matahari sore, membuat suasana terasa begitu menentramkan.

Tak berselang lama, Endang lantas beranjak dari tempat duduknya. Dia berjalan menuju ke arah rumahnya yang hanya berjarak puluhan meter saja dari landing site yang biasa dijadikan oleh para nelayan untuk menurunkan hasil tangkapan itu. Lantas Endang kembali lagi sambil membawa seceret berisi kopi yang sudah dia seduh dan siapkan. Tidak lupa dia juga menyajikan sepiring pisang goreng yang masih hangat. “Ayo silakan dimakan pisangnya. Kopinya juga (diminum, red),” ujar perempuan 40 tahun itu. Obrolanpun lantas berlanjut lagi.

Gofur adalah ketua Kelompok Nelayan Fair Trade Desa Jambula. Kelompok nelayan tuna yang baru berusia satu tahun tersebut saat ini memiliki anggota sebanyak 27 orang. Dengan dukungan dari Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA), tim Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) di Ternate terus melakukan pendampingan terhadap kelompok nelayan Desa Jambula ini. MDPI mendampingi para nelayan dan memastikan bahwa standar-standar yang diterapkan oleh Fair Trade USA bisa benar-benar dipenuhi oleh para nelayan.

Menurut Endang, jika suaminya dan para nelayan lainnya sedang melaut dan mendapatkan ikan, maka dia dan istri-istri nelayan lainnya akan dibuat cukup sibuk. Pasalnya, para istri nelayan akan selalu siap mengantar ikan-ikan hasil tangkapan sang suami ke supplier dengan menggunakan mobil.

Tidak hanya itu, para istri pula yang akan melakukan pengisian buku fisher-log dan ETP-log. Untuk diketahui, buku fisher-log ini di antaranya berisi informasi mengenai jenis alat pancing yang digunakan nelayan, lokasi pemancingan (fishing ground), umpan yang digunakan, hingga kedalaman memancing. Sedangkan ETP-log berisi informasi mengenai interaksi nelayan dengan hewan-hewan yang dilindungi di laut, baik itu interaksi dengan body kapal maupun bersentuhan langsung dengan fisik nelayan.

Peran para perempuan atau istri-istri nelayan di Desa Jambula ini bisa dibilang memang cukup besar. Mereka pula yang sehari-hari mengelola keuangan rumah tangga, termasuk mengelola hasil penjualan ikan tuna. Hal ini dibenarkan oleh Wiyanti, 28, istri nelayan yang lainnya. “Saya juga bantu untuk siapkan bekal suami untuk melaut, beli es untuk dibawa melaut. Pokoknya saya bantu suami. Suami tinggal melaut cari ikan,” kata Wiyanti.

Wiyanti juga mengaku rajin membantu mengisikan buku fisher-log dan ETP-log. Hal itu dia lakukan secara sukarela karena dia tahu bahwa saat pulang melaut suaminya sudah pasti sangat lelah. Wiyanti juga sudah paham bahwa fisher-log dan ETP-log ini penting sebagai salah satu standar dari Fair Trade yang harus dipenuhi.

Baik Endang maupun Wiyanti juga mengatakan bahwa para istri nelayan ikut aktif dalam pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat kelompok nelayan. Awalnya mereka hanya membantu mempersiapkan segala kebutuhan rapat. Namun akhirnya mereka juga ikut mendengarkan materi yang dibicarakan dalam rapat. Sehingga para istri nelayan di Desa Jambula juga tahu mengenai apa itu Fair Trade dan program-program apa saja yang ada di dalamnya. Termasuk mengenai harapan penggunaan Dana Premium saat sudah cairn anti. “Sekarang memang masih belum cair. Tapi nanti kalau sudah cair, ada kebutuhan untuk kelompok nelayan yang harus dibeli,” lanjutnya.

Peran para istri nelayan ini diakui memang cukup membantu para nelayan. Seperti yang diungkapkan oleh Rahman Rasyid, 43, salah seorang nelayan di desa tersebut. “Kalau tidak ada bantuan istri, kami juga repot,” katanya. Menurut Rahman, begitu dia akrab disapa, semuanya diserahkan pengelolaannya kepada istri. Nelayan seperti dirinya hanya cukup mencari ikan di lautan dan membawanya pulang.

Rahman juga membenarkan bahwa para istri nelayan memiliki peran yang cukup penting dalam pengelolaan keuangan keluarga, terutama yang terkait dengan hasil penjualan tuna. Para istrilah yang mengatur pengeluaran dan pendapatan. “Hampir semua istri nelayan di sini (Desa Jambula, red) sama. Kami percayakan pada istri yang mengatur dan itu sangat membantu,” ujar Rahman yang sore itu juga tidak melaut akibat ombak tinggi.

Photo and story by: Mohammad Syifa/MDPI

PEDULI: Ibu Endang Dahlan, seorang istri nelayan, ikut berpartisipasi aktif dalam mendukung terwujudnya perikanan yang berkelanjutan.