Didukung MDPI, Bappenas Temui Nelayan Hingga Industri untuk Perkuat Tata Kelola Perikanan yang Lebih Inklusif

oleh MDPI

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerja sama dengan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) menyelenggarakan Pertemuan Penguatan Tata Kelola, Revitalisasi Kelembagaan, dan Kebijakan Pengelolaan Kolaboratif Perikanan Inklusif di Jakarta (14/10). Dalam pertemuan ini, 47 perwakilan pelaku perikanan berdialog untuk menyatukan rencana kerja Ekonomi Biru dengan pengelola perikanan di daerah melalui Komite Pengelola Bersama Perikanan (KPBP) tingkat provinsi.

Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Mohammad Rahmat Mulianda, menekankan dukungan Bappenas terhadap forum tata kelola perikanan yang inklusif.

Dukungan Bappenas untuk Tata Kelola Sumber Daya Perikanan

KPBP adalah wadah kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak lain untuk mengelola perikanan di sembilan provinsi: Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat. Wadah ini menekankan pendekatan kolaboratif (co-management) dalam menjaga sumber daya perikanan.

Menurut Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas Mohammad Rahmat Mulianda, pengelolaan perikanan di Indonesia kini diarahkan menuju pendekatan perikanan inklusif. Hal ini menekankan kolaborasi lintas pemangku kepentingan, seperti pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, akademisi, NGO, serta nelayan.“Sistem kolaboratif mengajak seluruh pihak dapat saling mengisi dan memperkuat, sehingga kebijakan dan implementasi di lapangan dapat sejalan.” lanjut Mulianda.

Mengisi Celah untuk Kelanjutan Perikanan Lestari

Ilustrasi produksi tuna bersertifikasi internasional di Maluku. Pemegang sertifikasi ekolabel seperti Marine Stewardship Council atau  Fair Trade USA wajib berpartisipasi aktif dalam forum-forum tata kelola perikanan yang inklusif.

Selama tujuh tahun terakhir, laju KPBP dituntun bersama-sama oleh pelaku perikanan yang terlibat. Namun urusan pendanaan masih bergantung pada sokongan organisasi masyarakat sipil yang minim. Hal ini disebabkan keterbatasan anggaran pemerintah dan swasta.

Kendati terbatas, pemangku kepentingan dapat mengalokasikan dana sesuai dengan urgensi masing-masing. Asosiasi Purse-Seine Indonesia (APSI) menyampaikan perusahaan butuh mempertahankan forum KPBP untuk sertifikasi ekspor. “Dana perusahaan dapat dialokasikan terhadap kebutuhan sertifikasi ekolabel yang mewajibkan adanya forum diskusi co-management,” ujar Heri, anggota APSI.

Lebih dari urusan biaya, pemerataan kepemilikan forum layak diperjuangkan agar dapat mengakomodasi kebutuhan semua pihak yang terlibat. “Meskipun sedang ada efisiensi dana daerah, tapi untuk nelayan skala kecil, akan kami perjuangkan. Salah satunya dengan memanfaatkan dana daerah, namun perlu mendaftarkan forum tersebut ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik,” ujar Sri Haryanti Hatari, Asisten 2 Sekretariat Daerah Maluku Utara.

Melanjutkan Maraton Pengelolaan Inklusif

Dialog ini menjadi langkah awal menuju maraton pengelolaan perikanan yang inklusif. Masih banyak tugas yang perlu dilakukan Bappenas, yang didukung oleh MDPI, dalam mengintegrasikan forum KPBP ke dalam kerangka kebijakan pusat dan daerah secara holistik.

“Forum KPBP tingkat provinsi telah memberikan banyak manfaat, namun perlu sinergi dari berbagai pihak untuk keberlanjutan forum ke depannya. Salah satunya membuka diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai pemegang kemudi utama dan memiliki hubungan erat dengan Pemerintah Daerah. ” ujar Fisheries Lead MDPI Putra Satria Timur.

Pertemuan ini menegaskan komitmen seluruh pemangku kepentingan yang terlibat terhadap kerangka kebijakan Ekonomi Biru yang inklusif dan holistik. Jika berhasil, forum akan mendukung keberlanjutan ekosistem perikanan nasional serta pendapatan daerah.