Kolaborasi dan Sinergi Tidak Hanya Menjadi Pemanis Kata, Kemandirian Kelompok Nelayan Fair Trade USA di Selatan Pulau Seram Menunjukkan Taring Suksesnya

Oleh: Siti Zulaeha

“Perjalanan MDPI dalam upaya peningkatan literasi keuangan dan kesejahteraan keluarga nelayan masih terus bergulir, meski masih terdapat ruang-ruang yang perlu dikembangkan dan dimaksimalkan. Kerja sama dengan berbagai pihak, terutama sinergi dengan para nelayan menjadi percikan pijar yang akan terus menyala dalam menerangi cita-cita perikanan berkelanjutan.”

Daerah selatan Pulau Seram, Provinsi Maluku, adalah salah satu dari empat lokasi yang telah tersertifikasi ekolabel Fair Trade USA untuk produksi ekspor tuna sirip kuning. Sebagai nelayan yang telah tersertifikasi, pengembangan kapasitas organisasi menjadi salah satu aspek utama yang terus MDPI lakukan secara berkala. Tentunya, hal ini juga disertai dengan pemenuhan standar sosial dan perikanan berkelanjutan yang diatur oleh standar Fair Trade USA.

Jika berhasil memenuhi standar, para nelayan akan mendapatkan dana insentif yang disebut Dana Premium. Insentif ini merupakan bentuk penghargaan bagi para nelayan karena sudah menangkap tuna secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Nelayan akan menerima insentif sebesar USD 0,2 atau sekitar Rp 3.500 per kilogram ikan yang diekspor.

Data ekspor dan Dana Premium per tahun.

Sejak awal pemanfaatannya, aliran Dana Premium digunakan untuk program-program yang mengarah pada upaya peningkatan taraf keselamatan nelayan, pemenuhan kebutuhan melaut, hingga program yang mengacu pada keberlanjutan lingkungan. Dalam perumusannya, baik dari pengelolaan dana, kebutuhan program, serta pelaksanaannya sepenuhnya dilakukan oleh para nelayan ini secara berkelompok.

Di tahun keenam berjalannya Fair Trade USA, tepatnya pada tahun 2021, MDPI membantu mengarahkan para kelompok nelayan Fair Trade USA di Pulau Seram untuk berfokus pada standar-standar yang lebih spesifik, khususnya dalam literasi keuangan. Hal ini bertujuan agar keluarga nelayan dapat mencapai kestabilan secara finansial dan kesejahteraan secara ekonomi.

Dampingan demi dampingan telah dilakukan MDPI secara bertahap. Hingga para nelayan yang tergabung dalam kelompok nelayan Fair Trade USA pun terdorong untuk menggunakan Dana Premiumnya sebagai modal membangun bisnis. Lahirnya ide dan program membangun bisnis dari Dana Premium bukanlah sesuatu yang muncul secara serta merta, tetapi melalui proses penyadartahuan tentang literasi keuangan yang kontekstual dan berbagai tantangan yang nyata.

Siti Zulaeha, Livelihood Officer MDPI, memberikan dampingan kepada ibu-ibu nelayan terkait potensi pengembangan bisnis produk-produk olahan perikanan.

Tertumbuk hingga nyaris tenggelam, kini perlahan bangkit

Hingga tahun 2024, selama hampir satu dekade ini, MDPI menjadi saksi bagaimana kelompok-kelompok nelayan tersertifikasi Fair Trade USA di selatan Pulau Seram, terus menghadapi hantaman serta tantangan dari berbagai sisi. Mulai dari hasil tangkapan yang terus menurun sejak tahun 2020 hingga sekarang, jarak lokasi melaut yang kian menjauh, hingga naiknya harga bahan bakar bensin untuk melaut, menjadi pemicu tantangan yang bertubi-tubi bagi para nelayan. Terlebih, harga komoditas tuna yang kian menurun drastis akibat gelombang pandemi COVID-19 juga tak luput dari penyebab tantangan ekonomi yang mereka alami.

Menghadapi berbagai gempuran yang tak terelakkan, para kelompok nelayan Fair Trade USA di Pulau Seram, mulai terbangun dan mulai bangkit secara perlahan. “Usaha tidak pernah menghianati hasil,” mungkin menjadi peribahasa yang tepat untuk disandangkan kepada mereka. Sebab, hampir seluruh kelompok nelayan saat ini sudah membangun bisnis skala mikro yang keuntungannya dikelola secara bersama demi kesejahteraan anggotanya.

Bisnis jual-beli komoditas tuna menjadi opsi relevan yang mereka pilih. Saat ini, empat kelompok nelayan Fair Trade USA di Seram, yaitu KN (Kelompok Nelayan) Darah Tuna Haruo, KN Teluk Ampera, KN Tuna Yapana, dan KN Tunas Beringin sudah memiliki bisnis mikro yang bergerak dari penjualan komoditas Tuna.

Kolaborasi dan diversifikasi usaha adalah koentji!

Para kelompok nelayan Fair Trade USA di Seram meyakini bahwa, memanfaatkan Dana Premium sebagai modal bisnis adalah langkah awal kemandirian dan keberanian dalam menjalani bisnis berbasis kelompok di wilayah komunitas nelayan pesisir. Hal ini dimulai sejak tahun 2023, dengan modal awal sebesar Rp 5.000.000 hingga Rp 15.000.000, kini telah berkembang menjadi Rp 20.000.000 hingga Rp 80.000.000.

Tanpa menghilangkan identitas sebagai nelayan tersertifikasi Fair Trade USA yang peduli perikanan berkelanjutan, mereka juga telah menyepakati dan mengalokasikan sebagian hasil keuntungan bisnis sebagai insentif bagi anggota yang menyediakan data perikanan, melalui catatan harian melaut. Insentif tersebut dapat bervariasi tergantung kesepakatan kelompok, namun umumnya berkisar Rp 1.000 per kilogram ikan yang dijual. Terlihat kecil, tetapi memiliki dampak positif yang besar pada perekonomian keluarga nelayan saat dicairkan secara kumulatif.

Karim, anggota Kelompok Nelayan Fair Trade USA Tuna Yapana, dalam aksinya melaut menangkap ikan tuna di Laut Banda.

Para anggota kelompok pun percaya bahwa kunci keberhasilan bisnis berbasis kelompok adalah keterbukaan dan komitmen bersama para anggotanya dalam menjalankan bisnis tersebut. Dalam perjalanannya, mereka memang menemui kendala yang tidak dihindari, seperti turunnya kualitas ikan, terhambatnya transportasi akibat bencana alam maupun konflik antar desa, keterbatasan modal, serta pro-kontra yang terjadi dalam internal kelompok. Namun sekali lagi, kata “menyerah” tampaknya tidak ada di dalam kamus kehidupan para kelompok nelayan Fair Trade USA di selatan Pulau Seram ini. Dengan kolaborasi dan sinergi, mereka melihat kendala-kendala ini sebagai tantangan yang perlu dijawab secara bersama.

Melalui program diversifikasi mata pencaharian (livelihood diversification), MDPI mendorong para kelompok nelayan ini untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan keberhasilan kelompok dalam menjalani bisnis. Menjalin hubungan kerjasama dengan pihak eksternal, seperti perusahaan pengolahan ikan, perhitungan dan transparansi melalui pembukuan usaha, menjaga kualitas produk tuna, hingga tanggung jawab para pengelola usaha menjadi tema utama dalam program ini. Rapat kelompok bulanan dengan bahasan bisnis kelompok menjadi salah satu indikasi adanya pertanggungjawaban pengelola dalam menjalankan bisnis.

Dengan adanya sumber pendapatan baru berupa bisnis jual-beli komoditas tuna ini, taring kemandirian mereka mulai menunjukkan gigitannya. Salah satu nelayan Darah Tuna Haruo, Yuman Sangadji, menuturkan, “Ketika jadi nelayan dan belum mulai bisnis, kami tak berdaya ketika harga ikan menurun. Namun, saat ini, dengan keberanian kelompok nelayan Fair Trade USA menjalankan bisnis jual-beli ikan tuna, kami dapat mengolah sumber daya alam dan sumber daya manusia kelompok kami sendiri.”

La Tohia, dalam aktivitasnya mencatat hasil tangkapan tuna Kelompok Nelayan Fair Trade USA Tuna Yapana di Desa Tehoru, Maluku.

Perjalanan MDPI dalam upaya peningkatan literasi keuangan dan kesejahteraan keluarga nelayan masih terus bergulir, meski masih ada ruang-ruang yang perlu dikembangkan dan dimaksimalkan. Kerja sama dengan berbagai pihak, terutama sinergi dengan para nelayan menjadi percikan pijar yang akan terus menyala dalam menerangi cita-cita perikanan berkelanjutan.