Pemerintah Bali Didukung MDPI Dorong Pembuatan Lembaga Bendega di Kabupaten Karangasem

oleh M. A. Indira Prameswari

Sebanyak 72 nelayan, pejabat daerah, dan akademisi berkumpul dalam Dialog Multipihak: Penguatan Kelembagaan Tradisi Bendega di Karangasem, Bali. Acara ini diinisiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bali, dan didukung oleh Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI).

Forum ini menyetujui pembentukan Bendega–sebuah lembaga adat kenelayanan–di Kabupaten Karangasem. Ke depannya, lembaga Bendega di Karangasem akan melindungi kekuatan nelayan dalam menghadapi berbagai permasalahan, seperti konflik tata ruang dengan pariwisata dan bantuan pelestarian adat.

“Bendega adalah bagian dari desa adat dan tidak ada yang berdiri sendiri. Peraturan terkait Bendega sudah ada sejak 2017, tetapi implementasinya di Karangasem belum ada. Ini sangat penting dan positif untuk kita laksanakan,” ujar Nyoman Siki Ngurah, Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Karangasem.

Urgensi Bendega di Karangasem: Konflik Sosial dan Tata Kelola Adat

Meski hidup berdampingan langsung dengan laut, para nelayan di Karangasem justru masih sering kesulitan memanfaatkan ruang pesisir. Konflik sosial, lahan, dan gesekan bisnis dengan sektor pariwisata hingga lemahnya kelembagaan nelayan jadi isu utama dalam dialog ini.

Made Latra dan Sari, sepasang suami-istri keluarga nelayan Desa Seraya Timur, Karangasem, yang menyetujui pembentukan lembaga Bendega resmi di daerahnya.
Made Latra dan Sari, sepasang suami-istri keluarga nelayan Desa Seraya Timur, Karangasem, yang menyetujui pembentukan lembaga Bendega resmi di daerahnya.

“Banyak nelayan yang masih mengalami hambatan dalam menempatkan perahu, terutama di wilayah hamparan (sempadan) pantai. Ini perlu didata dan ditindaklanjuti bersama, ke mana kita dapat mengadu dan siapa yang dapat melindungi kita,” ujar Wayan Koat Tiarta, nelayan Desa Antiga Kelod, Kabupaten Karangasem.

Tak hanya untuk mengatasi konflik sosial, pembuatan lembaga Bendega di Karangasem bertujuan untuk pelestarian adat dan alam. Pendekatan Tri Hita Karana yang menyorot dimensi sosial (pawongan), alam (palemahan), dan agama (parahyangan) sebagai salah satu landasan pembuatan Bendega dinilai relevan untuk menjaga keseimbangan antara sosial, alam, dan spiritualitas dalam pengelolaan laut.

“Konsepnya mirip ‘Subak’ pada sektor pertanian di Bali. Nantinya, Bendega akan diawasi oleh Pura Segara di desa masing-masing. Dalam satu bendega dapat diisi oleh berbagai Kelompok Nelayan atau Kelompok Usaha Bersama,” ujar Nengah Manu Mudita, ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provinsi Bali.

Menjalankan Perda Bendega yang Ada Sejak 2017

Peraturan Daerah tentang Bendega telah disahkan sejak 2017, tetapi implementasinya masih terbatas di beberapa kabupaten dan kota. Halnya di Kabupaten Badung, Bendega telah dibentuk untuk menata komunitas sektor perikanan dan pariwisata di daerah-daerah turis. Kini, hal serupa dirasakan dan dilaksanakan di Karangasem yang sebelumnya belum ada Bendega.

Wayan Koat Tiarta berbagi pengalaman mengepalai komunitas Bendega yang belum resmi di Desa Antiga Kelod, Karangasem.Wayan Koat Tiarta berbagi pengalaman mengepalai komunitas Bendega yang belum resmi di Desa Antiga Kelod, Karangasem.Melalui Perda Bendega, nelayan dapat lebih terintegrasi dalam tata kelola desa dan memperoleh akses pendanaan daerah yang lebih kuat. Dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari perbaikan fasilitas umum hingga kegiatan keagamaan dan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.

Pembentukan Bendega Harus Dimulai dari Komunitas Nelayan Sendiri

Proses pembentukan Bendega dilakukan secara organik dari komunitas nelayan ke atas lapisan pemerintahan melalui pendekatan bottom-up. Biasanya, satu kelembagaan Bendega terbentuk berdasarkan wilayah Pura Segara tertentu dan menaungi beberapa kelompok nelayan.

Pendaftaran dilakukan melalui pemerintah desa dan DKP kabupaten atau kota. Di sinilah sinergi antara pemerintah, desa, dan adat menjadi kunci agar kelembagaan Bendega dapat berjalan secara berkelanjutan, baik secara administratif maupun fungsional.

Bendega: Bukan Sekadar Nama, Tapi Identitas Komunitas Bahari Bali

Dalam masyarakat Bali, istilah “Bendega” memiliki makna yang lebih dari sekadar profesi kenelayanan. Ia merujuk pada komunitas nelayan yang memiliki peran adat, sosial, dan alam, termasuk dalam menjaga tradisi laut dan melaksanakan upacara-upacara pesisir, seperti nyepi segara.

“Sepemahaman kami, ada waktunya nelayan melakukan nyepi segara, di mana nelayan ‘puasa’ melaut di tanggal-tanggal tertentu. Hal ini tentunya selaras dengan nilai keberlanjutan (sustainability), di mana manusia membiarkan alam memulihkan stok perikanannya,” ujar Direktur MDPI Yasmine Simbolon.

Dialog ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama lintas pihak dalam memperjelas peran dan hak nelayan dalam tata ruang pesisir, serta mendorong pengakuan kelembagaan mereka di tingkat desa dan kabupaten. Peresmian Bendega di beberapa desa di Kabupaten Karangasem direncanakan rampung per akhir tahun 2025.