Forum Rumpon 2025: Akankah Ada Titik Terang Bagi Masalah Rumpon?

oleh M. A. Indira Prameswari, Muhammad Novriansyah

Diskusi alot tentang nasib tuna Indonesia memuncak dalam Forum Rumpon 2025, sebuah pertemuan strategis yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPT KKP) dengan dukungan dari MDPI pada Rabu (4/6) di Jakarta. Forum ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan—pemerintah, akademisi, nelayan, pelaku usaha, dan organisasi masyarakat sipil—untuk membahas masa depan pengelolaan rumpon di Indonesia.

Forum ini berupaya mendorong titik temu antara kepentingan nelayan dan kondisi keberlanjutan tuna Indonesia. Sejauh yang kami pantau, Forum Rumpon 2025 berhasil menelurkan solusi jangka menengah yang perlu dipantau kembali bak maraton perjuangan advokasi.

Rumpon Membuat Tuna yang Tertangkap Semakin Kecil, Titik!

Sejak tahun 2020, menurut dokumentasi fenomena MDPI dari nelayan skala kecil sekitar Indonesia Timur, mayoritas ikan yang tertangkap kini di bawah 100 cm. Hal ini berbeda dari ukuran dewasa yang dianjurkan, yakni 120 cm.

Putra Satria Timur, Fisheries Lead Program MDPI, memaparkan tantangan dan kendala dalam proses PKKPRL dan SIPR pada Forum Rumpon Nasional. (Jakarta, 4 Juni 2025)

Menjaga tuna ukuran dewasa sangat penting untuk memastikan reproduksi spesies tuna yang sehat. Satu suara dengan MDPI, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menemukan bahwa penggunaan rumpon yang tak beraturan dapat mengancam keberlanjutan stok tuna.

Menurut penelitian YKAN, ikan yang ditangkap di rumpon selalu lebih kecil. “Jarak rumpon saat studi dilakukan adalah antara kurang dari 1-5 mil laut, dan jarak penempatan rumpon yang terlalu dekat terbukti memperparah kondisi ikan yang tertangkap” ujar Shinta Yuniarta, YKAN.

Fisheries Lead MDPI Putra Satria Timur mengusulkan bahwa baik pemerintah dan pengusaha dapat sama-sama mengambil tindakan: Pemerintah dengan menyederhanakan peraturan dan pengusaha/nelayan dengan mendaftarkan izin rumponnya. “Kalau nelayan skala kecil mampu punya izin rumpon, idealnya yang skala industri juga mampu,” ujar Timur.

Baca juga: MDPI Sinergikan Berbagai Pemangku Kebijakan di Tingkat Nasional Melalui Pertemuan Forum Rumpon Nasional

Aturan Rumpon Masih Sulit Ditegakkan

Dari sisi nelayan dan pelaku usaha perikanan, kebijakan kuota dan zonasi rumpon yang ada saat ini dinilai tidak cukup memenuhi kebutuhan mereka. Nelayan tradisional sulit bersaing dengan nelayan industri, sedangkan industri sulit bersaing dengan nelayan luar negeri.

Salman Adam, nelayan tuna skala kecil asal Maluku Utara menyampaikan pendapatnya dalam Forum Rumpon (Jakarta, 4 Juni 2025)

“Mau mencari ikan di luar rumpon pun sudah tidak ada ikan lagi, karena mayoritas tertangkap di rumpon-rumpon yang jumlahnya sudah seperti anggur,” ujar Salman Adam, nelayan tuna skala kecil asal Maluku Utara.

Di tengah diskusi Forum, baik nelayan, pengusaha, maupun pemerintah sama-sama menunjukkan hasrat menjaga stok tuna berkelanjutan dengan menegakkan peraturan rumpon. Namun terlalu banyak faktor yang membentur kepatuhan nelayan, antara lain: jumlah alokasi rumpon yang belum dapat mengakomodasi kebutuhan nelayan lokal, persyaratan perizinan yang rumit, hingga persaingan dengan kapal-kapal asing.

Bentuk frustrasi, salah satu nelayan mencetuskan usul: “Mungkin baiknya kita semua tidak menangkap di rumpon saja. Semua rumpon diputus, biar sama-sama adil,” ujar seorang nelayan industri.

Respons Pemerintah: “Penyesuaian Aturan Dapat Dilakukan”

Pemerintah, melalui Biro Hukum KKP, menyatakan terbuka terhadap perubahan aturan yang lebih fleksibel. “Hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Ketika dinamika masyarakat berubah, hukum juga perlu beradaptasi,” ujar Rifky Setiawan dari KKP.

Ia juga menambahkan bahwa KKP sedang mempertimbangkan diskresi hukum untuk menangani situasi konkret yang tidak bisa diatur hanya dengan aturan yang ada saat ini.

Suasana diskusi aktif antar pemangku kepentingan dalam Forum Rumpon Nasional. (Jakarta, 4 Juni 2025)

“Kita perlu melihat hasil riset peraturan secara holistik, baik dari segi hukum maupun segi kenyataannya di lapangan. Bisa jadi penegakkan hukum yang kurang, atau peraturannya yang belum sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini,” lanjut Rifky.

Baca juga: Perluas Dampak Literasi Keuangan Nelayan, MDPI Latih 13 Organisasi Masyarakat Sipil

Sebagai respons atas aspirasi dari nelayan, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, KKP tengah menyiapkan sosialisasi aturan rumpon yang lebih luas dan membuka kemungkinan relaksasi kebijakan rumpon agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan.

“Hasil akhir Forum Rumpon 2025 kali ini adalah draf solusi dan aksi yang akan kami lakukan selama setahun ke depan. Yang pasti kami akan menggodok penyesuaian peraturan rumpon secara berkala,” ujar Putuh Suadela, KKP.

Foto bersama seluruh peserta Forum Rumpon. (Jakarta, 4 Juni 2025)

Keputusan diskresi, relaksasi, atau hal lain terkait peraturan rumpon nasional yang terbaru diprekdiksi akan rampung tahun 2026.

——————————————

Kisah di balik layar:

Keberhasilan kelompok nelayan kecil di Pulau Bisa, Maluku Utara, dalam mendaftarkan izin rumpon mereka bersama MDPI telah menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk melakukan hal serupa. Salah satu izin resmi bahkan telah terbit pada November 2023. Menurut para nelayan di Pulau Bisa, sejak rumpon liar dibersihkan, mereka bisa kembali melaut tanpa rasa khawatir—karena kini rumpon yang digunakan sudah memiliki izin resmi dan tidak akan dibongkar oleh otoritas setempat.

Simak kisah selengkapnya dalam video dokumenter berikut: