Hamonangan Simanjuntak: Berharap Semakin Banyak Kapal Nelayan Kecil yang Teregistrasi

Hamonangan Simanjuntak memberikan penjelasan mengenai prosedur pendaftaran kapal di depan para nelayan.

Ada rasa bangga bercampur haru ketika bisa melihat para nelayan skala kecil berhasil mendapatkan Bukti Pencatatan Kapal Perikanan (BPKP) dan pas kecil. Itulah yang dirasakan oleh Hamonangan Simanjuntak, Vessel Registration Officer MDPI, ketika menjalani tugasnya sehari-hari mendampingi nelayan kecil untuk mendapatkan legalitas kapal mereka. “Tentu saja rasanya senang dan lega. Karena untuk bisa mendapatkan BPKP itu prosesnya cukup panjang,” kata lelaki yang akrab disapa Monang tersebut.

Monang lantas teringat dengan awal mula bergabung dengan Yayasan MDPI di tahun 2015. Mulanya, dia belum mendapat tanggung jawab untuk pendampingan registrasi kapal nelayan yang berukuran di bawah 10 gross ton (GT). Namun tak berselang lama kemudian, dia mendapat tugas baru untuk bergabung di tim Supply Chain Yayasan MDPI. “Sejak itulah saya kemudian mendampingi nelayan untuk proses registrasi kapal,” kata Monang.

Menurut Monang, memang dibutuhkan kesabaran tersendiri dalam melakukan pendampingan para nelayan untuk bisa meregistrasikan kapalnya. Salah satu faktor utama kendalanya adalah sulitnya mencari waktu untuk para nelayan agar bisa berkumpul. Mengingat para nelayan itu setiap hari pergi melaut dari pagi sampai sore. Atau, kalaupun siangnya tidak melaut, mereka lebih banyak beristirahat di rumah karena malamnya melaut.

Padahal, lanjut Monang, untuk bisa mendaftarkan kapal itu, dibutuhkan dokumen-dokumen penting. Pengumpulan dokumen-dokumen ini pula yang membuat prosesnya panjang. Misalnya, untuk bisa mendapatkan pas kecil dari Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP)/ Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP), para nelayan harus memiliki Surat Keterangan Tukang dari desa/kelurahan bermaterai 6000. Lalu, Surat Keterangan Kepemilikan Kapal dari desa/kelurahan, menyerahkan fotokopi KTP, foto kapal tersebut, serta mengisi formulir permohonan registrasi. “Di lapangan, tidak semua nelayan memiliki KTP. Ini pula yang menjadi kendala,” lanjutnya.

Untuk bisa mendapatkan pas kecil, harus dilakukan pengukuran kapal yang langsung oleh petugas dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub), baru setelah itu para nelayan bisa mengajukan permohonan untuk BPKP yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) kota/kabupaten setempat. Semua proses ini tentu akan sangat berat jika harus dilakukan sendiri oleh para nelayan. Terutama bagi nelayan yang berada di pulau-pulau kecail, karena harus menyeberang ke pulau utama. Karena itu, perlu dilakukan pendampingan untuk semua proses ini.

Selain itu, dia juga butuh bisa bertatap muka langsung dengan para nelayan untuk memberikan penjelasan mengenai prosedur pendaftaran kapal. “Mencari waktu yang pas memang sangat susah. Ini yang harus bisa disiasati,” lanjutnya.

Namun dengan penuh kesabaran, Monang pun akhirnya bisa mencari waktu untuk bisa bertemu dengan para nelayan tersebut. Dengan demikian proses pendaftaran atau registrasi kapal bisa dilakukan secara perlahan-lahan.

Kendala lain yang dihadapi oleh Monang tidak hanya masalah waktu. Hal lain yang menurut dia cukup menjadi hambatan adalah kesadaran para nelayan yang masih sangat rendah tentang pengetahuan pentingnya pendaftaran kapal. Karena itu, salah satu jalan yang harus dilakukan agar para nelayan mau untuk mendaftarkan kapalnya adalah dengan sosialisasi. “Namun, sebagian besar nelayan masih beranggapan jika ada sosialisasi maka akan ada bantuan. Padahal saya datang hanya untuk sosialisasi,” kenang lelaki asal Tapanuli tersebut.

Monang mengatakan, registrasi atau pendaftaran kapal ini sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP-NRI. Karena itu, memang sudah seharusnya para nelayan tersebut meregistrasikan kapalnya.

Selama bergabung di Yayasan MDPI sejak 2015, Monang sudah berhasil membantu para nelayan untuk meregistrasikan sekitar 700 kapal dari lokasi yang menjadi binaan Yayasan MDPI. Meskipun terhitung sejak awal 2019 ini Monang tidak lagi bergabung dalam bagian tim MDPI, namun dia mengaku akan merindukan hari-harinya di MDPI dalam mendampingi para nelayan. Terlebih, dia banyak mendapatkan pelajaran berharga selama melakukan pendampingan. Monang saat ini bergabung dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan mendapat tempat tugas baru di Cilacap, Jawa Tengah.

Monang tetap berharap agar semakin banyak nelayan skala kecil yang mau mendaftarkan kapalnya. Karena menurut dia, saat para nelayan itu sudah memiliki BPKP dan pas kecil, artinya para nelayan itu bisa dengan nyaman melaut. “Para nelayan bisa aman saat melaut. Ini sekaligus untuk memberantas IUU fishing. Apalagi, sebagai syarat ekspor produk perikanan kita, dokumen legalitas ini juga sangat penting,” pungkas lelaki lulusan Akademi Perikanan Bitung ini.(*)

 

Ditulis oleh: Mohammad Syifa

Monang (dua dari kiri) saat sedang membantu pengukuran kapal nelayan skala kecil.